tepian sawah
mewah kau duduk makan
mengusir padi
bangau tunggui
petani bajak sawah
mencari makan
(Dua haiku dalam buku Embara Embun Mimpi)
Saya sungguh turut berbahagia untuk dua sahabat saya, Ira Diana dan Dwi Guna, untuk peluncuran buku terbaru mereka berjudul Embara Embun Mimpi. Buku ini ada sebuah buku haiku yang unik karena semua ilustrasinya adalah lukisan. Dimana kebanyakan buku haiku menggunakan ilustrasi foto.
Ira dan Guna pertama kali bertemu sejak 2013 ketika mereka menjadi jawara dalam sayembara buku yang diadakan oleh Pusat Kurikulum dan Perbukuan. Ira menulis buku naskah drama dan Guna menulis buku biografi. Sementara, saya mengenal dekat mereka ketika buku kami menjadi buku terpilih dalam Sayembara Penulisan Bahan Bacaan Literasi Gerakan Literasi Nasional 2017.
Ira dan Guna sudah malang-melintang cukup lama di dunia penulisan, buku ini entah buku ke berapa buat mereka. Nah, pertanyaan ini mungkin nanti bisa ditanyakan pada mereka ketika acara PELUNCURAN DAN BEDAH BUKU EMBARA EMBUN MIMPI. Silakan hadir dalam acara ini karena didukung pula dengan acara musikalisasi puisi serta pameran lukisan. Acara dilaksanakan di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 20 Januari 2018, pukul 11.00 wib.
Untuk sedikit memancing rasa ingin tahu kita tentang buku ini, saya berikan beberapa testimoni untuk buku Embara Embun Mimpi.
“Jujur, ini buku yang ingin saya tulis juga …. Antalogi haiku dipadu padan dengan ilustrasi yang disebut haiga. Dwi Guna dan Ira berhasil menyajikan fenomena alam Nusantara secara apik dan sederhana dalam bingkai haiga. Buku yang baik untuk berbahagia dengan puisi tradisional Jepang ini.” — Bambang Trim, Ketua Umum Perkumpulan Penulis Profesional Indonesia (Penpro) dan Direktur Institut Penulis Indonesia.
Sebagai penulis yang tumbuh dalam tradisi sastra Melayu-Nusantara, dulu saya bersikap skeptis terhadap haiku, puisi khas Jepang yang, menurut saya, mengandung ‘split’ estetika. Ini berbeda dengan pantun dan syair, misalnya, dimana kata, irama (bunyi), dan makna begitu solid. Belakangan saya tahu haiku berusaha menyatukan yang terpecah itu. Haiku juga merefleksikan kosmologi orang Jepang; sebagaimana pantun/syair merefleksikan kosmologi bangsa Melayu. Maka tidak mudah bagi penyair Indonesia untuk menulis haiku. Namun Guna dan Ira menunjukkan sebaliknya. Mereka mampu mengatasi kedua problem di atas; estetikanya berdenyar menyentuh intuisi, dan kosmologinya berpijak di lingkungan sendiri. — Ahmad Gaus, Dosen sastra Swiss German University (SGU), penulis buku puisi Senja di Jakarta (2017) dan Kutunggu Kamu di Cisadane (2013).
日本人として、この南半球でインドネシアの方が俳句を詠み俳句に親しまれるのを誇りに思います。
定型の短い文章の中で、一瞬にして、読者を詠み手の目の前の世界へと誘ってくれる俳句。
著者達が紡ぎ出す言葉の「わび・さび」に感銘を受けました。
Sebagai orang Jepang, saya bangga penulis Indonesia menikmati menulis Haiku di belahan bumi selatan ini. Dalam kondisi tertentu, dalam sekejap mata, saya diundang ke dunia penyair Haiku. Saya terkesan dengan perasaan Wabi-Sabi dalam kata-kata yang berhasil mereka jalin.—Megumi Nakao
Bagi saya, membaca testimoni di atas membuat penasaran dan ingin segera membaca dan memiliki buku ini. Ira pernah menawarkan pada saya untuk memperlihatkan file isi buku ini. Ah, tetapi saya menahan rasa penasaran saya hingga tanggal 20 Januari nanti ketika acara peluncuran buku ini.
Bagi yang ingin membeli buku ini dan belum bisa hadir di acara peluncuran nanti. Jangan khawatir, ada harga spesial untuk buku Embara Embun Mimpi menjelang peluncurannya. Silakan cek dalam flyer di bawah ini. TAPI SAYA SARANKAN UNTUK HADIR DI ACARA PELUNCURAN, kenapa? karena ada suvenir keren untuk 20 undangan yang hadir. Yuk, buruan daftar dan buruan pesan, sebelum kehabisan.