Dilema Ibu (Menulis) di Rumah

Ketika saya memutuskan diam (kerja menulis) di rumah dan tak ingin terikat kontrak menjadi karyawan di mana pun serta saya ingin lebih banyak waktu untuk anak lanang, saya tahu ada banyak sekali risiko dan tantangannya. Risiko pertama adalah saya tidak punya penghasilan tetap. Lalu tantangannya lebih pada bagaimana saya menguasai diri, mengatur waktu, antara menemani anak lanang dan pekerjaan editing tiba-tiba serta keinginan menulis.

Menjadi ibu (menulis) di rumah memang penuh dilema. Seperti saat ini yang belakangan sering terjadi. Saya ingin menyelesaikan menulis buku aktivitas (buku ketiga di Penerbit Elex Media), tetapi waktu rasanya habis dengan anak lanang dan urusan domestik. Belum lagi, baru saja buka laptop anak lanang langsung duduk di pangkuan mau ikut kerja, katanya.

Menjadi ibu (menulis) di rumah memang penuh dilema. Sering terjadi seperti ini, saya sudah merencanakan ingin menyelesaikan tulisan malam hari setelah anak lanang tidur malam. Faktanya anak lanang sampai jam malam tidak tidur juga, jika akhirnya tertidur, saya pun ikut terkapar tidur, lenyaplah rencana menulisnya.

Menjadi ibu (menulis) di rumah memang penuh dilema. Saat deadline pekerjaan menghimpit, ingin rasanya segera membereskan pekerjaan yang yang tertunda terus. Di saat yang sama anak lanang tak mau jauh-jauh dari saya. Melakukan ini harus Bunda, mau itu harus Bunda, semuanya harus dilakukan oleh Bunda. Jika sudah begini, saya pun lelah, dan hilang semua rencana menulis, apalagi ide-ide, lelah jiwa dan raga rasanya.

Menjadi ibu (menulis) di rumah memang penuh dilema. Dari awal saya sudah tahu risiko-risiko serta tantangan yang mungkin saya alami. Saat ini saya selalu berusaha mencoba untuk menyeimbangkan antara keinginan saya menulis dan pentingnya selalu menemani anak lanang di rumah.

SAYA BISA MENULIS, BEKERJA, ATAU APAPUN JUGA KAPAN SAJA, TAPI ANAK LANANG HANYA KECIL SEKALI SAJA


Visited 35 times, 1 visit(s) today