Mendongeng itu Mudah!

MEMILIH bacaan untuk anak di tengah-tengah lautan buku bacaan yang dewasa
ini demikian melimpah ruah, tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Apalagi bila dihadapkan dengan buku-buku bacaan hasil terjemahan, entah itu
berupa komik, cerita pendek, atau novel.

Dalam upaya menumbuhkembangkan daya intelektual anak lewat bacaan, orang tua
mempunyai peran yang cukup penting. Orang tua harus menjadi pembaca pertama
buku-buku yang kelak akan dibaca anak.

Dalam memilih bacaan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama,
lihat bahasa yang dipakainya, apakah mudah dicerna atau tidak oleh si anak.
Setelah itu lihat jalan ceritanya, konflik yang dihidupkannya, latar
ceritanya, dan sebagainya. Pasalnya, dewasa ini hal-hal yang bersifat
pornografis sudah merasuk ke dalam komik, novel, bahkan cerita pendek.
Jangan sampai hal yang belum pantas dibaca anak, malah menjadi santapannya.
Hal itu bisa membuat anak lupa pada tugas utamanya, yakni belajar menghayati
hidup dan kehidupan secara mandiri, arif dan bijaksana.

Kekerasan juga telah banyak mewarnai buku-buku yang katanya diperuntukkan
bagi anak-anak. Kalau teliti, mungkin kita akan bertanya-tanya benarkah
komik Batman itu diperuntukkan bagi anak-anak? Jika untuk anak-anak,
haruskah di usia dini anak-anak diperkenalkan kepada carut-marutnya dunia
yang babak-belur oleh persoalan kriminal Demikian pula ketika memilih bacaan
semisal Sin-chan yang nakal itu. Adakah bacaan semacam ini cocok pula
disajikan untuk anak-anak kita yang secara kultural berbeda jauh dengan
kehidupan orang Jepang?

Bahkan ketika kita membelikan VCD “Tom & Jerry” misalnya, harus hati-hati
pula. Di dalam VCD tersebut juga banyak terjadi tindak kekerasan, yang bisa
ditiru anak.

Ada baiknya orang tua bertindak arif dan bijaksana. Antara lain membelikan
anak sejumlah buku bacaan yang sarat dengan muatan lokal. Dongeng-dongeng
yang pernah dilisankan oleh orang tua kita menjelang tidur, saat ini sudah
banyak yang dibukukan. Entah itu berupa cerita rakyat dari Jawa Barat,
seperti Dalem Boncel, atau cerita fabel seperti Si Kancil, dan sebagainya.

Bacaan-bacaan yang sarat dengan pesan keagamaan, juga bisa dijadikan pilihan
di luar cerita-cerita yang sepenuhnya hanya berpihak pada persoalan sosial
atau kemanusiaan.

**

UNTUK menumbuhkan imajinasi di kepala anak, orang tua atau guru perlu
memiliki teknik mendongeng yang baik. “Tapi jangan mundur karena kurang
menguasai teknik. Pede aja lagi. Mendongeng itu mudah, cobalah apa adanya,”
ujar Andi Yudha.

Syarat utamanya adalah percaya diri dan komunikatif. Banyak orang tua tidak
percaya diri ketika mendongeng, akhirnya pesan dongengnya sulit ditangkap
anak. Anak jadi boring, sementara orang tua sendiri terlanjur hopelles untuk
meneruskan mendongeng.

“Mendongeng bisa dimulai dengan mengaktifkan indra yang kita miliki untuk
membantu memvisualisasikan cerita. Kemudian untuk menggali cerita bisa
mengungkap kejadian sehari-hari, masalah biasa kita temui bukan? Dan untuk
memotivasi diri, tanamkan keyakinan bahwa setiap orang biasa menyampaikan
segala sesuatu yang ada dipikirannya,” ujar ayah 3 anak yang juga trainer
mendongeng ini.

Sebagai panduan, Andi memberikan kiat-kiat mendongeng sebagai berikut:

– Pilihlah cerita yang sesuai dengan kesehariannya dan minat anak. Jelaskan
tokoh, tempat dan kata-kata yang belum dimengerti anak. Dengan demikian anak
tidak bertanya terus dan dapat berkonsen- trasi kepada cerita.

– Bacakan cerita dengan antusias dan akting yang meyakinkan. Ser- takan
emosi, maka anak juga akan menghayati dan mengikutinya dengan emosi pula.

– Bedakan mimik, ucapan maupun tokoh yang ada dengan mengi- dentikkan diri
kita pada tokoh tersebut, atau boneka yang dibayangkan sebagai tokoh utama.
Beri ekspresi pada apa yang Anda ceritakan. Tapi jangan dilebih-lebihkan.
Variasikan kecepatan, irama suara sesuai kebutuhan teks. Misalnya untuk
membangun ketegangan- ketegangan.

– Variasikan nada suara pada pelbagai karakter. Hal ini akan lebih men
dramatisir dialog dan menghidupkan karakter yang ada. Lakukan se cara wajar
karena jika berlebihan, yang diingat anak justru suara An- da dan bukan
ceritanya.

– Jagalah kontak mata Anda dengan anak saat bercerita. Dekatkan tubuh Anda
dengan si kecil ketika membaca.

– Buatlah sinyal ketika cerita itu akan atau telah berakhir.

– Ajukan pertanyaan pada anak untuk mengetahui apakah cerita yang kita
sampaikan benar-benar diperhatikan. Doronglah anak untuk bertanya dan
mengomentari cerita tersebut dan tanyakan kembali isi cerita tersebut kepada
anak. Evaluasi terus cara kita mendongeng, bisa juga didiskusikan dengan
anak.***

Soni Farid Maulana/”PR” – Jalu

Sumber teks: Pikiran Rakyat , Minggu, 24 Juli 2005

Visited 3 times, 1 visit(s) today

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *