Saya meminta si Kakak pulang dari rumah temannya saat waktu makan siang tiba (pukul 12.00 siang).
Ketika jam makan siang, saya melarang anak untuk main ke rumah temannya atau tetangga. Nanti dikiranya mau minta makan siang🤭. Atau, membuat orangtua temannya tidak bisa makan dengan tenang, orang Jawa bilang pekewuh. Bisa jadi juga orang tua temannya itu sebenarnya ingin menawarkan makan siang tapi makanannya tidak cukup.
Ada banyak penyebab yang bisa terjadi mengapa kita perlu mengajari anak bertata krama saat bermain di rumah temannya. Mungkin, bisa terjadi salah satu alasan yang sudah saya sebutkan di atas.
Intinya adalah orang tua perlu mengajari anak tata krama saat ingin bertamu atau mengunjungi rumah orang lain. Dalam hal ini, saya mengajari anak saya tata krama berdasarkan latar belakang budaya Jawa. Tentu budaya lain ada yang memiliki pemahaman yang berbeda soal hal ini.
Penerapan tata krama akan berbeda jika orangtua dari temannya itu adalah saudara dari ayah atau Ibu, paman dan bibi sendiri, rasa pekewuh itu akan ada, seperti di rumah orang lain.
Ketika pagi hari waktunya sarapan saya juga melarang anak saya untuk main rumah temannya/tetangga atau dia harus sarapan dulu sebelum main.
Ketika tahu kalau di rumah temannya ada tamu, saya juga melarang anak saya untuk bermain ke rumah temannya itu.
Ketika saya tahu bawa keluarga dan temannya baru pulang dari bepergian jauh, saya larang juga dia untuk main karena mungkin temannya perlu waktu istirahat.
Anak-anak berapapun usianya suka bermain, baik itu bermain sendiri dengan mainan, bermain dengan kakak atau adik, maupun bermain dengan temannya. Namun, anak-anak suka lupa waktu saat bermain, seperti tidak punya rasa lelah. Orangtua yang melihatnya berlari ke sana ke mari rasanya lelah.
Saya sepakat jika anak perlu dibebaskan dalam bermain. Namun, bebas bermain bukan berarti menerabas aturan nilai yang ada di masyarakat, misalnya bermain di rumah tetangga ada tata kramanya. Tata krama atau sopan santun dapat mengikat kita melakukan perilaku yang baik.
Apa yang saya tulis di atas sesuai pemahaman saya sebagai orangtua yang masih terus belajar. Saya bukan orangtua sempurna yang tahu betul dan berpengalaman mengajari anak tata krama. Saya mengajari anak saya bertata krama supaya dia kelak menjadi anak yang tahu diri dan menempatkan dirinya sesuai porsinya.