Review: Menua Bersama Senja

Matinya persis seperti Yudas Iskariot. Lehernya terbebat kain sarung yang diikatkan di celah-celah kusen di atas pintu dapur. Kesamaan dengan Yudas tentu saja hanya matinya, yang bunuh diri. Apa bedanya dengan Sarkowi? Yudas mati karena penyesalan, tapi kakakku jelas tidak jelas. Pasalnya, ia mati tanpa sebab yang diketahui. Ia mati dengan meninggalkan seribu kebaikan yang ia tebarkan di sepanjang hidupnya sekaligus tanda tanya besar di antara orang-orang terdekatnya, termasuk aku, adiknya. Kenapa ia harus memlilih mati dengan membunuh diri?

Tubuhnya masih hangat saat nenek menemukannya tergantung kaku di papan atas pintu. Nenekku langsung parau, dengan suara tersendat memanggil anak-anaknya, juga cucu-cucu yang lain sambil terus meratapi Sarkowi. Berhamburanlah seluruh penghuni rumah, termasuk aku. Seakan tertusuk sembilu, sakit di dadaku melihat kakak kandungku tergantung tak bernyawa lagi. Ibuku meraung-raung seperti singa yang terluka. Tangannya menggapai tubuh Sarkowi yang masih hangat. Ibu meratap perih, “Kenapa anakku mati… kenapa harus mati dengan cara seperti ini?” (Hlm. 42-43)

Kutipan di atas diambil dari cerita pendek “Sarkowi” karya Yohanes Budi. Yuk baca lengkapnya cerita pendek “Sarkowi” dalam ebook kumpulan cerpen Menua Bersama Senja.

BACA –> EBOOK MENUA BERSAMA SENJA

Dalam kumpulan cerpen Menua Bersama Senja ada 17 cerita pendek karya Yohanes Budi. Menurut Yohanes Budi, kumpulan cerpen ini ditulis dalam perjalanan panjang, dengan beberapa stasi sebagai perhentian. Kisah-kisah dalam kumpulan cerpen ini bertumbuh seiring dengan berjalannya waktu yang terus bergerak.

Wawan Abk, Editor Desk Humaniora Kompas, salah satu sahabat Yohanes Budi memberikan testimoninya untuk kumpulan cerpen Menua Bersama Senja.

Pemilihan judul “Menua Bersama Senja” merangkai dengan manis cerpen-cerpen ini. Alexander J Smalley dari University of Exeter Medical School, Inggris dan Mathew P White dari University of Vienna, Austria dalam penelitian berjudul “Beyond Blue-sky Thinking: Diurnal Patterns and Ephemeral Meteorological Phenomena Impact Appraisals of Beauty, Awe, and Value in Urban and Natural Landscapes” menyebut peristiwa matahari terbenam atau senja sebagai peristiwa efemeral (sementara) yang bermanfaat (Kompas.id, 31 Januari 2024). Demikian pula, George William Burns, psikolog klinis sekaligus Direktur Milton H Erickson Institute of Western Australia, mengatakan bahwa momentum matahari terbenam sebagai salah satu fenomena efemeral yang bisa digunakan untuk terapi psikologis.

Dalam kumpulan cerpen ini pula, Budi mengajak kita semua untuk menikmati kisah-kisah kehidupan yang terlewatkan dalam buaian senja. Kalaupun Budi memilih kata menua, mungkin lebih sebagai visi dia ke depan, karena dia masih terlalu mula untuk disebut tua…Selamat Membaca!

Dalam pengantarnya, Yohanes Budi bertutur jika sebagian besar inspirasi cerita dalam kumpulan cerpen ini berasal dari kisah yang senyatanya terjadi, meski tak lepas juga dari imajinasi. Pengalamannya tinggal di sebuah kampung, di daerah Sukabumi, meninggalkan kenangan indah tentang satu tradisi pesta rakyat usai kenaikan kelas yang biasa disebut Samen. Itulah tradisi unik yang sayang untuk untuk dilewatkan tanpa jejak rekam. Pengalaman lain yang tak terlupakan pun terasa saat naik kereta api, sebelum reformasi digitalisasi. Serasa nostagia, jika membacanya berkali-kali.

#menuabersamasenja #kumpulancerpen #yohanesbudi

BACA –> EBOOK MENUA BERSAMA SENJA

Visited 43 times, 1 visit(s) today

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *